Banyak cara untuk memanfaatkan penyerapan dan pengemisian dalam analisis sehingga kita mengenal beberapa metode dasar. Metode-metode tersebut ialah metode penyerapan yang lebih sering disebut metode serapan, metode pengemisian yang lebih dikenal sebagai metode emisi, metode pembauran foton, metode fluorosensi dan fosforesensi.
Metode serapan merupakan metode yang berkaitan dengan pengukuran intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap oleh suatu sampel. Panjang gelombang radiasi yang diserap sampel khas untuk atom, ion, atau molekul yang menyerapnya. Hal ini merupakan dasar analisis kualitatif sampel. Selain itu jumlah foton yang diserap berbanding langsung dengan jumlah partikel penyerap. Hubungan tersebut menjadi dasar analisis kuantitatif.
Metode emisi mengukur panjang gelombang dan intensitas radiasi yang diemisikan oleh atom, ion ataupun molekul tereksitasi. Pengukuran tersebut bisa untuk tujuan kualitatif maupun kuantitatif. Panjang gelombang radiasi yang diemisikan tergantung pada jenis zatnya sedangkan intensitasnya tergantung pada jumlahnya. Energi yang diperlukan untuk menaikkan partikel tersebut ke keadaan tereksitasi bisa diperoleh dengan berbagai cara dan salah satu diantaranya ialah dengan pemanasan.
Metode pembauran foton melibatkan penyerapan radiasi diikuti dengan pengemisian kembali radiasi yang sama panjang gelombangnya dengan arah yang berlainan. Metode ini bisa juga melibatkan pembauran foton oleh permukaan partikel koloid. Tergantung pada peralatan yang digunakan, bisa diukur radiasi yang dibaurkan bisa pula yang tidak terbaurkan. Turbidimetri memperhatikan radiasi yang tidak dibaurkan sedangkan Nefelometri memperlihatkan radiasi yang dibaurkan.
Metode fluoresensi dan fosforesensi melibatkan penyerapan radiasi dan pengemisian radiasi yang umumnya lebih panjang gelombangnya atau lebih rendah energinya. Energi radiasi yang tidak teremisikan dalam bentuk radiasi kemudian diubah menjadi energi termal. Fluorosensi maupun fosforesensi berkaitan dengan perubahan energi vibrasi. Perbedaan antara kedua fenomena tersebut ialah dalam selang waktu antara penyerapan dan emisi. Pada fosforesensi, emisi terjadi pada waktu sekitar 10-3 detik setelah penyerapan sementara fluorosensi lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 10-6 – 10-9 detik setelah penyerapan.
- Jenis-jenis Spektrofotometri
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000 – 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
Saat ini telah dikenal berbagai macam gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang tertentu. Spektrum lektromagnetik merupakan kumpulan spektrum dari berbagai panjang gelombang. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu:
§ Daerah Infra Merah dekat.
§ Daerah Infra Merah pertengahan.
§ Daerah infra Merah jauh.
2. Spektrofotometri RamanInteraksi Radiasi Elektro Magnetik (REM) dengan atom atau molekul yang berada dalam media yang transparan, maka sebagian dari radiasi tersebut akan dipercikkan oleh atom atau molekul tersebut. Percikan radiasi oleh atom atau molekul tersebut menuju ke segala arah dengan panjang gelombang dan intensitas yang dipengaruhi ukuran partikel molekul.
Apabila media transparan tersebut mengandung hanya partikel dengan ukuran dimensi atom (permukaan 0,01 A2) maka akan terjadi percikan radiasi dengan intensitas yang sangat lemah. Radiasi percikan tersebut tidak tampak oleh karena panjang gelombangnya adalah pada daerah ultraviolet. Radiasi hamburan tersebut dikenal dengan hamburan Rayleigh.
Demikian pula yang tejadi pada molekul-molekul dengan diameter yang besar atau teragregasi sebagai contoh molekul suspensi atau koloida. Percikan hamburan pada larutan suspensi dan sistem koloida panjang gelombangnya mendekati ukuran partikel molekul suspensi atau sistem koloid tersebut. Radiasi hamburan rersebut dikenal sebagai hamburan Tyndal atau hamburan mie yang melahirkan metode turbidimetri. Suatu penelitian yang sulit dengan hasil temuan yang sangat berarti, dalam ilmu fisika telah dilakukan oleh Chandra Venkrama Raman seorang ahli fisika berkebangsaan India, pada tahun 1928.
Menurut temuan Raman tampak gejala pada molekul dengan struktur tertentu apabila dikenakan radiasi infra merah dekat atau radiasi sinar tampak, akan memberikan sebagian kecil hamburan yang tidak sama dengan radiasi semula.
Hamburan yang berbeda dengan radiasi semula (sumber radiasi) tersebut berbeda dalam hal panjang gelombang, frekuensi serta intensitasnya dikenal sebagai hamburan Raman. Hamburan Raman tersebut memberikan garis Raman dengan intensitas tidak lebih dari 0,001% dari garis spektra sumber radiasinya.
3. Spektrofotometri Fluorescensi dan Fosforescensi
Suatu zat yang berinteraksi dengan radiasi, setelah mengabsorpsi radiasi tersebut, bisa mengemisikan radiasi dengan panjang gelombang yang umumnya lebih besar daripada panjang gelombang radiasi yang diserap. Fenomena tersebut disebut fotoluminensi yang mencakup dua jenis yaitu fluoresensi dan fosforesensi. Fluoresensi terjadi dalam selang waktu lebih pedek daripada fosforesensi. Selain itu kondisi yang menyebabkan fluoresensi dan fosforesensi pun berbeda. Fluoresensi biasa terjadi pada suhu sedang dalam larutan cair, sedangkan fosforesensi biasa terjadi pada suhu sangat rendah dan pada media pekat. Pada fluoresensi dan fosforesensi terjadi perubahan energi vibrasi molekul sebagai akibat darip enyerapan radiasi oleh molekul tersebut.
4. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti
Sebelum era 1950 para ilmuwan khususnya yang berkecimpung dalam bidang kimia organik mersakan kurang puas terhadap apa yang telah dicapai dalam analisis instrumental. Kekurangpuasan mereka terutama dari segi analisis kuantitatif, penentuan struktur dan gugus hidrokarbon yang dirasa banyak memberikan informasi.
Pada waktu itu dirasa perlu menambah anggota teknik spektroskopi untuk tujuan lebih banyak memberikan informasi gugus hidrokarbon dalam molekul. Dua orang ilmuwan dari USA pada tahun 1951 yaitu Felix Bloch dan Edwardo M. Purcell (dari Harvard university) menemukan bahwa inti atom terorientasi terhadap medan magnet.
Selanjutnya menurut Bloch dan Purcell setiap proton di dalam molekul yang sifat kimianya berbeda akan memberikan garis-garis resonansi orientasi magnet yang diberikan berbeda.
Bertolak dari penemuan ini lahirlah metode baru sebagai anggota baru teknik soektroskopi yang diberi nama “Nuclear Magnetic Resonance (NMR)”.
Para ilmuwan di Indonesia mempopulerkan metode ini dengan nama spektrofotometer Resonansi Magnet Inti (RMI). Spektrofotometri RMI sangat penting artinya dalam analisis kualitatif, khususnya dalam penentuan struktur molekul zat organik. Spektrum RMI akan mampu menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan inti atom yang spesifik seperti:
§ Gugus apa yang dihadapi?
§ Di mana lokasinya gugus tersebut dalam molekul?
§ Beberapa jumlah gugus tersebut dalam molekul?
§ Siapa dan dimana gugus tetangganya?
§ Bagaimana hubungan gugus tersebut dengan tetangganya?
Hasil spektoskopi RMI seringkali merupakan penegasan urutan gugus atau susunan atom dalam satu molekul yang menyeluruh.
No comments:
Post a Comment
post your comment