Saturday, March 13, 2010

JENIS-JENIS SPEKTROFOTOMETRI

  • Penerapan analitis penyerapan dan pengemisian   
Banyak cara untuk memanfaatkan penyerapan dan pengemisian dalam analisis sehingga kita mengenal beberapa metode dasar. Metode-metode tersebut ialah metode penyerapan yang lebih sering disebut metode serapan, metode pengemisian yang lebih dikenal sebagai metode emisi, metode pembauran foton, metode fluorosensi dan fosforesensi.  

Metode serapan merupakan metode yang berkaitan dengan pengukuran intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap oleh suatu sampel. Panjang gelombang radiasi yang diserap sampel khas untuk atom, ion, atau molekul yang menyerapnya. Hal ini merupakan dasar analisis kualitatif sampel. Selain itu jumlah foton yang diserap berbanding langsung dengan jumlah partikel penyerap. Hubungan tersebut menjadi dasar analisis kuantitatif.

Metode emisi mengukur panjang gelombang dan intensitas radiasi yang diemisikan oleh atom, ion ataupun molekul tereksitasi. Pengukuran tersebut bisa untuk tujuan kualitatif maupun kuantitatif. Panjang gelombang radiasi yang diemisikan tergantung pada jenis zatnya sedangkan intensitasnya tergantung pada jumlahnya. Energi yang diperlukan untuk menaikkan partikel tersebut ke keadaan tereksitasi bisa diperoleh dengan berbagai cara dan salah satu diantaranya ialah dengan pemanasan.
Metode pembauran foton melibatkan penyerapan radiasi diikuti dengan pengemisian kembali radiasi yang sama panjang gelombangnya dengan arah yang berlainan. Metode ini bisa juga melibatkan pembauran foton oleh permukaan partikel koloid. Tergantung pada peralatan yang digunakan, bisa diukur radiasi yang dibaurkan bisa pula yang tidak terbaurkan. Turbidimetri memperhatikan radiasi yang tidak dibaurkan sedangkan Nefelometri memperlihatkan radiasi yang dibaurkan.
Metode fluoresensi dan fosforesensi melibatkan penyerapan radiasi dan pengemisian radiasi yang umumnya lebih panjang gelombangnya atau lebih rendah energinya. Energi radiasi yang tidak teremisikan dalam bentuk radiasi kemudian diubah menjadi energi termal. Fluorosensi maupun fosforesensi berkaitan dengan perubahan energi vibrasi. Perbedaan antara kedua fenomena tersebut ialah dalam selang waktu antara penyerapan dan emisi. Pada fosforesensi, emisi terjadi pada waktu sekitar 10-3 detik setelah penyerapan sementara fluorosensi lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 10-6 – 10-9 detik setelah penyerapan.

  • Jenis-jenis Spektrofotometri
1. Spektrofotometri Infra Merah
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000 – 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.

Saat ini telah dikenal berbagai macam gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang tertentu. Spektrum lektromagnetik merupakan kumpulan spektrum dari berbagai panjang gelombang. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu:
§  Daerah Infra Merah dekat.
§  Daerah Infra Merah pertengahan.
§  Daerah infra Merah jauh.
2. Spektrofotometri Raman

Interaksi Radiasi Elektro Magnetik (REM) dengan atom atau molekul yang berada dalam media yang transparan, maka sebagian dari radiasi tersebut akan dipercikkan oleh atom atau molekul tersebut. Percikan radiasi oleh atom atau molekul tersebut menuju ke segala arah dengan panjang gelombang dan intensitas yang dipengaruhi ukuran partikel molekul.
Apabila media transparan tersebut mengandung hanya partikel dengan ukuran dimensi atom (permukaan 0,01 A2) maka akan terjadi percikan radiasi dengan intensitas yang sangat lemah. Radiasi percikan tersebut tidak tampak oleh karena panjang gelombangnya adalah pada daerah ultraviolet. Radiasi hamburan tersebut dikenal dengan hamburan Rayleigh.
Demikian pula yang tejadi pada molekul-molekul dengan diameter yang besar atau teragregasi sebagai contoh molekul suspensi atau koloida. Percikan hamburan pada larutan suspensi dan sistem koloida panjang gelombangnya mendekati ukuran partikel molekul suspensi atau sistem koloid tersebut. Radiasi hamburan rersebut dikenal sebagai hamburan Tyndal atau hamburan mie yang melahirkan metode turbidimetri. Suatu penelitian yang sulit dengan hasil temuan yang sangat berarti, dalam ilmu fisika telah dilakukan oleh Chandra Venkrama Raman seorang ahli fisika berkebangsaan India, pada tahun 1928.
Menurut temuan Raman tampak gejala pada molekul dengan struktur tertentu apabila dikenakan radiasi infra merah dekat atau radiasi sinar tampak, akan memberikan sebagian kecil hamburan yang tidak sama dengan radiasi semula.
Hamburan yang berbeda dengan radiasi semula (sumber radiasi) tersebut berbeda dalam hal panjang gelombang, frekuensi serta intensitasnya dikenal sebagai hamburan Raman. Hamburan Raman tersebut memberikan garis Raman dengan intensitas tidak lebih dari 0,001% dari garis spektra sumber radiasinya.
3. Spektrofotometri Fluorescensi dan Fosforescensi
Suatu zat yang berinteraksi dengan radiasi, setelah mengabsorpsi radiasi tersebut, bisa mengemisikan radiasi dengan panjang gelombang yang umumnya lebih besar daripada panjang gelombang radiasi yang diserap. Fenomena tersebut disebut fotoluminensi yang mencakup dua jenis yaitu fluoresensi dan fosforesensi. Fluoresensi terjadi dalam selang waktu lebih pedek daripada fosforesensi. Selain itu kondisi yang menyebabkan fluoresensi dan fosforesensi pun berbeda. Fluoresensi biasa terjadi pada suhu sedang dalam larutan cair, sedangkan fosforesensi biasa terjadi pada suhu sangat rendah dan pada media pekat. Pada fluoresensi dan fosforesensi terjadi perubahan energi vibrasi molekul sebagai akibat darip enyerapan radiasi oleh molekul tersebut.
4. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti
Sebelum era 1950 para ilmuwan khususnya yang berkecimpung dalam bidang kimia organik mersakan kurang puas terhadap apa yang telah dicapai dalam analisis instrumental. Kekurangpuasan mereka terutama dari segi analisis kuantitatif, penentuan struktur dan gugus hidrokarbon yang dirasa banyak memberikan informasi.
Pada waktu itu dirasa perlu menambah anggota teknik spektroskopi untuk tujuan lebih banyak memberikan informasi gugus hidrokarbon dalam molekul. Dua orang ilmuwan dari USA pada tahun 1951 yaitu Felix Bloch dan Edwardo M. Purcell (dari Harvard university) menemukan bahwa inti atom terorientasi terhadap medan magnet.
Selanjutnya menurut Bloch dan Purcell setiap proton di dalam molekul yang sifat kimianya berbeda akan memberikan garis-garis resonansi orientasi magnet yang diberikan berbeda.
Bertolak dari penemuan ini lahirlah metode baru sebagai anggota baru teknik soektroskopi yang diberi nama “Nuclear Magnetic Resonance (NMR)”.
Para ilmuwan di Indonesia mempopulerkan metode ini dengan nama spektrofotometer Resonansi Magnet Inti (RMI). Spektrofotometri RMI sangat penting artinya dalam analisis kualitatif, khususnya dalam penentuan struktur molekul zat organik. Spektrum RMI akan mampu menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan inti atom yang spesifik seperti:
§  Gugus apa yang dihadapi?
§  Di mana lokasinya gugus tersebut dalam molekul?
§  Beberapa jumlah gugus tersebut dalam molekul?
§  Siapa dan dimana gugus tetangganya?
§  Bagaimana hubungan gugus tersebut dengan tetangganya?
Hasil spektoskopi RMI seringkali merupakan penegasan urutan gugus atau susunan atom dalam satu molekul yang menyeluruh.

KONSEP DASAR SPEKTROFOTOMETRI


a.    Teknik Spektroskopi
Spektroskopi merupakan metode analisis yang melibatkan pengukuran dan interpretasi radiasi elektromagnetik yang diserap atau diemisikan ketika molekul, atau atom, atau ion bergerak dari satu tingkat energi tertentu ke tingkat energi lainnya. Setiap atom, ion atau molekul berinteraksi secara khas dengan radiasi elektromagnetik. Spektroskopi berkaitan dengan perubahan energi rotasi, energi vibrasi ataupun energi elektronik sebagai akibat penyerapan radiasi. Ada pula spektroskopi yang berkaitan dengan perbedaan energi yang terjadi karena suatu contoh ditempatkan dalam medium magnet atau listrik. Resonansi magnet inti (NMR) dan resonansi spin elektron (ESR) merupakan contohnya.
b.    Radiasi Elektromagnetik
Suatu berkas radiasi merupakan gelombang elektromagnetik atau foton yang bergerak dengan kecepatan cahaya. Foton mempunyai sifat partikel dengan energi tertentu dan pada saat yang sama juga mempunyai sifat gelombang.
Sebuah foton yang berasal dari suatu titik tertentu dalam ruang bergerak dari titik tersebut dalam bentuk gelombang yang dicirikan dengan vektor medan listrik yang secara berkala mempunyai titik maksimum pada arah tegak lurus terhadap arah gelombang. Panjang gelombang (λ) suatu radiasi adalah jarak dari dua titik maksimum tersebut. Besaran ini biasa dinyatakan dengan satuan Angstrom (1 Ǻ = 10-8 cm) atau nanometer (1 nm = 10-7 cm). Radiasi juga mempunyai frekuensi (v) yaitu jumlah gelombang yang melintasi satu titik tertentu selama waktu tertentu.

Sangat jelas bahwa jumlah gelombang semakin besar dengan semakin kecilnya panjang gelombang.


c.    Spektrum Elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik mencakup kisaran panjang gelombang yang sangat besar. Sesuai dengan kisaran panjang gelombangnya maka energi juga beragam sehingga bagian zat yang bisa dipengaruhi beragam pula.
d.    Eksitasi Elektron
Setiap atom atau molekul mempunyai harga energi dengan diskrit tertentu yang akan menyerap sejumlah energi sesuai dengan energi yang ada pada atom atau molekul tersebut sehingga akan terjadi eksitasi dari tingkat energi lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi atom atau molekul dinyatakan dengan energi translasi (Et), energi rotasi (Er), energi getaran (Ev) dan energi elektronik (Ee).
Untuk energi translasi (Et) tidak memberikan informasi dalam spektroskopi, sedangkan energi elektronik (Ee) akan banyak dibahas pada spekrofotometri UV-Vis dan energi getaran (Ev) serta energi rotasi (Er) akan banyak berperan pada spektrofotometri infra merah.
Secara umum setiap molekul mempunyai jumlah elektron tertentu dan menempati berbagai orbital molekul dengan berpasangan. Menurut asal Pauli, kedua elektron yang menempati orbital molekul dengan berpasangan harus mempunyai spin yang arahnya berlawanan. Tingkat energi elektron dalam molekul yang berpasangan tadi disebut tingkat nergi elektron singlet. Tingkat Energi singlet ini tidak terorientasi terhadap medan magnet sehingga bersifat diamagnetik.
Tingkat energi elektron singlet yang berada dalam keadaan dasar (singlet ground state) apabila dikenakan radiasi elektromagnetik akan mengalami eksitasi (singlet exited state) ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Pada molekul tertentu setelah satu elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi karena terjadi konversi internal dan eksternal akan mengalami perubahan spin, tidak lagi berpasangan terhadap satu elektron pasangannya yang masih berada dalam keadaan dasar.
Tingkat energi elektron dalam molekul yang spinnya sama (tidak berpasangan) disebut tingkat energi elektron triplet (triplet exited state). Pada keadaan ini molekul akan terorientasi terhadap medan magnetik sehingga dikatakan bersifat paramagnetik.
e.    Interaksi zat dengan radiasi
Ada berbagai cara interaksi antara zat dengan radiasi yang bersentuhan dengannya. Interaksi tersebut bisa dikaitkan dengan sifat radiasi sebagai gelombang bisa pula sebagai partikel yang berenergi. Jenis interaksi yang berkaitan dengan sifat gelombang diantaranya ialah difraksi, refraksi dan rotasi optis. Interaksi yang berkaitan dengan sifat partikel berenergi ialah penyerapan (absorpsi) dan emisi.
Difraksi merupakan modifikasi gelombang yang berjalan melalui ujung benda padat, melalui celah atau lubang kecil ataupun karena pemantulan oleh suatu permukaan. Fenomena difraksi digunakan dalam analisis yang berkaitan dengan monokromator kisi untuk memisahkan radiasi polikromatis menjadi beberapa komponen radiasi. Difraksi juga digunakan dalam spektroskopi sinar X.
Refraksi merupakan pembelokan atau perubahan arah berkas radiasi ketika melintasi batas medium satu pindah ke medium lainnya yang tidak sama densitasnya. Perubahan arah terjadi karena sedikit perbedaan laju radiasi dalam kedua media tersebut. Besarnya refraksi tergantung pada jenis media dan radiasinya. Refraksi dimanfaatkan dalam analisis yang berkaitan dengan penggunaan monokromator prisma. Fenomena ini secara langsung digunakan untuk analisis kualitatif zat yang menjadi media.
Rotasi optis merupakan fenomena terputarnya (terotasinya) bidang polarisasi sinar selama melalui media. Jenis dan komposisi media menentukan apakah terjadi rotasi optis atau tidak, dan juga besarnya rotasi tersebut bila memang terjadi.
Penyerapan dan pengemisian radiasi mungkin merupakan fenomena yang paling penting dilihat dari segi analisis kimia. Penyerapan radiasi merupakan proses terserapnya radiasi oleh zat sedangkan pengemisian radiasi merupakan proses pengemisian radiasi oleh zat yang menyerap energi atau radiasi. Bila suatu atom, partikel, molekul apa saja menyerap foton maka partikel tersebut menjadi lebih energetik. Dua sifat tersebut menjadi dasar penerapan penyerapan atau pengemisian untuk prosedur analisis.
f.     Serapan sinar dan warna zat
Bila suatu zat bertemu dengan radiasi maka akan terjadi interaksi. Sebagian spektrum radiasi tersebut diserap oleh zat dan sebagian lagi diteruskan ke mata kita. Bagian radiasi yang sampai ke mata kita itulah yang memberikan gambaran mengenai benda tersebut. Bila zat menyerap sebagian dari sinar tampak dan meneruskan sinar tampak lainnya, maka akan terlihat warna sinar yang diteruskan tersebut. Jelasnya bila benda meneruskan sinar merah ke mata kita maka kita akan mellihat benda tersebut berwarna merah. Bila benda menyampaikan sinar biru ke mata kita maka benda tersebut akan tampak berwarna biru.  Ke mana perginya sinar lainnya? Sinar lainnya diserap walaupun tentu saja tidak seluruhnya diserap. Sinar yang diserap merupakan komplemen dari sinar yang diteruskan ke mata kita. Warna kedua sinar tersebut disebut warna komplementer. Bagaimana dengan air, yang tampak tidak berwarna oleh mata kita? Tidakkah zat tersebut menyerap sinar? Mungkin saja air menyerap sinar, tetapi yang pasti air tidak menyerap sinar tampak. Inilah yang menyebabkan air tidak berwarna.
g.    Prinsip Dasar Spektrofotometri
Ketika suatu berkas sinar masuk ke sistem penyerap, maka laju serapan foton akan berbanding lurus dengan intensitas sinar tersebut yang biasa disimbolkan dengan I. 

Tuesday, March 9, 2010

Kerusakan Fisik dalam Bahan Pangan


Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing.
  • Memar
Memar dialami oleh bahan pangan yang disebabkan karena dipukul, terbanting atau tergencet. Ikan yang meronta sesaat sebelum mati atau pedagang yang membanting ikan gurame agar segera mati telah menyebabkan ikan menga-lami memar. Semua upaya mematikan ikan dimaksudkan agar ikan menjadi mudah untuk disiangi. Buah-buahan yang bergesekan selama pengangkutan atau terjatuh selama pemindahan juga dapat menjadi penyebab terjadinya memar. Bahan pangan yang memar akan mudah mengalami proses pembusukan. Rusaknya jaringan di bagian yang memar akan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik. Pada buah-buahan dan sayuran, bagian yang memar akan menjadi lunak dan berair. Pada ikan, bagian yang memar cenderung menjadi lunak dan kemerahan. Pada bagian daging ikan yang mengalami memar aktivitas enzimnya mening-kat sehingga akan mempercepat proses pembusukan. Enzim akan merombak karbohidrat, protein dan lemak menjadi alkohol, amonia, dan keton.

  • Luka
Bahan pangan dapat mengalami luka yang diakibatkan tusukan atau sayatan oleh benda tajam.
Penggunaan pengait pada saat akan mengangkat ikan hasil tangkapan dapat menyebabkan luka pada ikan (Gambar 3.5). Apabila tidak segera ditangani dengan benar, luka tersebut dapat
menjadi jalan bagi mikroba pembusuk untuk memasuki bagian tubuh ikan dan merombak komponen di dalamnya.
  • Adanya Benda Asing
Mungkin diantara kita sudah sering mendengar atau mengalami sendiri adanya helaian rambut, pasir, atau kaki serangga pada makanan yang akan atau sedang dimakan. Kontan saja keberadaan benda tersebut telah membuat selera makan menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Pasir, isi hekter, rambut, kuku, patahan kaki serangga, atau pecahan gelas adalah beberapa contoh benda-benda asing yang sering dijumpai pada saat akan menyantap makanan dibanyak warung makan bahkan restaurant sekalipun. Namun respon dari masyarakat yang terkadang acuh tak acuh atas kejadian tersebut membuat tidak adanya data pasti berapa banyak orang yang mengalaminya. Sungguh sangat disayangkan sebab sebenarnya mereka memiliki hak untuk melapor dan mengajukan tuntutan manakala mendapatkan makanan dengan benda yang membahayakan. Pada produk perikanan, hal tersebut bukan tidak pernah terjadi. Informasi yang dibaca atau didengar mengenai produk perikanan yang mengalami penahanan di pelabuhan masuk negara tujuan karena pada saat pemeriksaan terbukti mengandung benda-benda asing seperti paku, jarum, patahan kaki serangga, pecahan kaca dan masih banyak lagi. Itulah beberapa contoh bahaya fisik (Physical Hazard) tentang bahaya keamanan pangan. Benda asing berupa pasir, pecahan kaca, atau sekam padi sering dijumpai pada beras berkualitas rendah. Demikian pula pada gula sering dijumpai butiran pasir, sedangkan pada gula merah sering dijumpai butiran nasi atau serpihan kayu.Berdasarkan definisinya, bahaya fisik dapat diartikan sebagai benda-benda asing yang berasaI dari luar dan tidak normal ditemukan dalam bahan pangan yang secara potensial dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen yang secara tidak sengaja memakannya. Keberadaan bahaya fisik ini perlu ditelusuri karena dapat menyebabkan bahaya bagi konsumen Upaya untuk menghindari terjadinya bahaya fisik dapat dilakukan mulai dari proses produksi di unit pengolahan hingga preparasi makanan di rumah-rumah. Penggunaan alat metaI detector merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan unit pengolahan ikanuntuk mencegah terbawanya material logam di dalam produk ikan. Upaya penanggulangan bahaya fisik dengan mendekati sumber bahaya juga merupakan langkah yang sangat tepat untuk dilakukan di unit-unit pengolahan. Upaya seperti mengatur para pekerja untuk tidak mengenakan berbagai macam perhiasan (kalung, giwang, cincin), dan melengkapi para pekerja dengan peralatan kerja yang baik, serta memeriksa peralatan agar tetap aman selama proses produksi berIangsung merupakan tindakan preventif yang sangat tepat untuk dilakukan. DaIam lingkungan keluarga, proses pengolahan masakan yang dilakukan secara hati-hati sangat dianjurkan untuk mengurangi resiko bahaya fisik yang masih mungkin terjadi.
  • Pemberian Perlakuan
Perlakuan yang diberikan, baik selama penanganan dan pengolahan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik bahan pangan. Perlakuan pemanasan yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, yaitu menguapnya cairan dari bahan pangan. Pemanasan juga dapat menyebabkan komponen protein mengalami denaturasi, yaitu berubahnya struktur fisik dan struktur tiga dimensi dari protein. Suhu pemanasan yang dapat menyebabkan denaturasi protein adalah lebih besar dari 70o C.


Sunday, February 14, 2010

PENURUNAN MUTU BAHAN PANGAN


Segera setelah dipanen atau ditangkap, bahan pangan akan mengalami serangkaian proses perombakan yang mengarah ke penurunan mutu. Proses perombakan yang terjadi pada ikan dan ternak dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre rigor, rigor dan post rigor mortis. Pre rigor adalah tahap dimana mutu dan kesegaran bahan pangan sama seperti ketika masih hidup. Rigor mortis adalah tahap dimana bahan pangan memiliki kesegaran dan mutu seperti ketika masih hidup, namun kondisi tubuhnya secara bertahap menjadi kaku. Pada bahan hewani, seperti ikan dan ternak, perubahan bahan pangan dari kondisi elastis menjadi kaku terlihat nyata dibandingkan bahan pertanian. Hingga tahap rigor mortis, ikan dan ternak dapat dikatakan masih segar. Namun memasuki tahap post rigor mortis, proses pembusukan daging ikan telah dimulai. Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu kerusakan fisik, kimia, dan biologis.



·           Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing.

·           Kerusakan Kimiawi
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama proses pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses pencucian bahan pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein, vitamin B dan C, dan mineral.


·           Kerusakan Biologis
Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir ataupun protozoa.

·           Mencegah penurunan mutu
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu. Upaya tersebut dapat dilakukan sejak bahan pangan dipanen atau ditangkap, maupun selama pengolahan.

MUTU BAHAN PANGAN


Mutu dan kualitas
Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983). Menurut Hubeis (1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Berdasarkan ISO/DIS 8402 – 1992, mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997). Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu berbeda dengan kualitas. Pisang batu mempunyai kualitas lebih baik sebagai bahan baku rujak gula, namun pisang yang bermutu baik adalah Cavendish karena memiliki sejumlah atribut baik. Hanya satu karakteristik baik yang dimiliki oleh pisang batu, yaitu daging buahnya berbiji sehingga cocok untuk rujak. Pisang cavendish memiliki sejumlah karakteristik baik, yaitu rasa yang manis, kulitnya mulus, bentuknya menarik, dan tekstur daging buahnya lembut. Dengan demikian, cavendish merupakan buah pisang yang bermutu baik sedangkan pisang batu merupakan pisang berkualitas baik untuk dibuat rujak. Istilah kualitas berbeda pengertiannya antara satu orang dengan lainnya. Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga jual bahan pangan yang mahal dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah. Sebagai contoh, durian monthong dari Thailand dianggap lebih berkualitas dibandingkan durian lokal yang harganya relative murah.


Faktor yang mempengaruhi mutu
Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukuran, spesies, perkawinan, dan cacat. Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tempat konsumen, pakan yang diberikan, lokasi penangkapan atau budidaya, keberadaan organism parasit, kandungan senyawa beracun, atau kandungan polutan

advertisement